Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Antakapura Makam Ratu Mas Malang

Makam Ratu Mas Malang atau Makam Gunung Kelir adalah situs cagar budaya peninggalan dari Hamangkurat I atau Hamangkurat Agung. Situs tersebut juga sering disebut dengan Makam Antakapara ayng berarti "istana kematian " atau "istana tempat menguburkan jenazah". Situs ini terletak di Gunung Sentono, Dusun Gunng Kelir, Dsa Pleret, kec. Pleret, Kab. Bantul Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan berada di puncak bukit Gunung Sentono, dengan Ketinggian kurang lebig 99 meter di atas permukaan laut.

Kebradaan kompleks makam tersebut berkaitan erat dengan tokoh yang dimakamkan ditempat tersebut, yaitu Ratu Mas Malang dan Ki panjang Mas atau Ki Dalem. Mas Malang adalah putri dari Ki Wayah, seorang dalang wayang gedog, serta salah satu selir Hamangkurat I. Sebelum menjadi selir, dia adalah istri dari dalang Panjang, salah satu dalang terkenal di daerah Kesultanan Mataram.

Makam ini dibangun selam kurang lebih tiga tahun, yaitu sejak Mas Malang meninggal tahun 1665 hingga selesai pada 11 Juni 1668. Adapun konstruksi bangunannya berasal dari balok-balok batu putih untuk dindingnya dan batu andesit  untuk nisannya. Secara keseluruhan, kondisi fisik kompleks permakaman ini sudah rusak, terutama dissebabkan oleh faktor alam.

Gambar Lokasi Makam Ratu Malang di Dusun Gunung Kelir Pleret
Gambar Lokasi Makam Ratu Malang di Dusun Gunung Kelir Pleret sumber google maps

Kompleks makam ini berada du sebelah timur Desa Kedaton, tempatnya di Dusun Gunung Kelir, Desa Pleret, Kec. Pleret, Kab. Bantu. Nisan yang berada di kompleks makam ini berjumlah 28 buah dan dikelompokan menjadi tiga bagian, yaitu 19 nisan berada di halaman depan, satu nisan di halaman belakang (nisan dalang Panjanng Mas), dan dwelapan hisan di halaman inti, yang salah satunya adalah nidsan Mas Malang. Menurut penelitian atau staf Balai des Pelestarian Cagar Budaya Yogyakarta, jirat makam dibuat dari batu andesit dengan rincian satu buah berbentuk jajar genjang dan 14 buah berbentuk kurang kurung kurawal. Namun, nisan yang berupa tumpukan batu putih tidak mempunyai jirat.

Bangunan ini yang berada satu kompleks dengan situs ini adalah sendang Moyo, yaitu dua kolam untuk menampung ari hujan, yang letaknya di sebelah timur laut makam. Kolam yang berada di luar dinding dikelilingi, berukuran 6 meter x 6 meter, sedangkan yang berada di dalam dinding keliling berukuran 3,5 meter x5 meter. Sendang tersebut dikelilingi dinding setinggi 3 meter dengan ketebalan 2,1 meter. Berdasarkan catatan Sistem Registrasi Nasional Cagar Budaya, terdapat sebuah balok batu andesit yang ditemukan di kompleks pemakama ini. Menurut penduduk setempat, batu yang dinamakan dengan watu jonggol dan mempunayi dua tonjolan di kedua ujungnya itu adalah kotak wayang milik dalang Panjang Mas.

Secara keseluruhan, kondisi fisik  kompleks pemakaman ini sudah rusak, terutama disebabkan oleh faktor alam, seperti banyaknya akar-akar tanaman keras serta tumbuhnya mikroorganisme yang merusak dinding makam, seperti alga, lumut daun, dan lumut kerak. dan masyarakat sekitar masiihi mengeramatkan makam tersebut.Keberadaan situs ini berkaitan erat dengan tokoh yang di namakan di tempat tersebut, yaitu Mas Malang dan dalang Panjang Mas. Mas Malang adalah putri dari dalang Wayah, seorang dalang wayang gedog, serta salah satu selir Hamangkurat I. Sebelum menjadi selir, dia adalah istri dari dalang Panjang, salah satu dalang terkenal di daerah Kesultanan Mataramyang hidup sejak masa Panembahan Hanyakrawaati atau Panembahan Seda Krapyak.

Gambar kompleks nisan inti halaman makam
Gambar kompleks nisan inti halaman makam sumber wikipedia.org

Sampai saa ini, dalang Panjang dijadikan sebagai rujukan genealogis atau sanad spiritual dan keilmuan dagi para maestro pendalangan.Dalam Babad Tanah Jawa, javanese Rijskroniek, dikisahkan bahwa Hamangkurat I memerintahkan para prajuritnya untuk mencari perempuan cantik yang akan dijadikan selir. Menurut peneliti sejarah Jawa dari Belanda, Hamengkurat I lalu bertemu dengan dalang Wayah, yang memiliki seorang anak perempuan, tetapi sudah bersuami dan hamil dua bulan.

Dia tidak mempedulikan hal tersebut dan memerintahkan para prajuritnya untuk membawa paksa aperemppuan itu ke istana. Lambat laun, dikarenakan besarnya  cinta kepada perempuan itu, dia lantas mengataknya sendiri  menjadi selir kekasih dengan sebutan Ratu Wetan. Selir baru ini dianggap telah merusak rumah tangga kerajaan. Namun, denganpeneliti sejarah Jawa yang juga berasal daraia Belanda dalam buku Runtuhnya Istana Mataram membantah hal tersebut. Menurutnya, Hamangkurat I sebenaarnya tdak melupakan permaisuri dan selirnya yang lain, tetapi perhatiannya lebih banyak dialihkan kepada aselir barunya ini. Hal inilah yang menyebabkan Mas Malang dujuluki dengan Raatu Malang, yang berarti "yang melintang di jalan". 

Sinkat cerita, Mas Malang kemudian melahirkan bayi laki-laki hasil hubungannya dengan suaminya terdahulu sekitar tahun 1649. Anak bawaan itu diberi nama Pangeran Natabrata atau Raden Resika. Hamangkurat I selanjutnya diam-diam memerintahkan prajuritnya  agar membunuh dalang Panjang Mas dan memakamnnya di Gunung Sentono untuk menghindari masalah yang tidak diinginkan. Menurut sejarawan UGM , Hamangkurat I mengundang Mas Malang dan Panjang Mas bersama dengan rombonga pengrawit  gamelan untuk mengadakan pementasan wayang di istana. Namun di tengah-tengah acara, seluruh  pengisi acara dan dalang Panjang Mas dibunuh, hanya mas Malang yang hidup dan akhirnya menjadi selir raja. Saat itu, posisi Mas Malang terpaksa dinikahi karena dia tidak bisa menolak dan mempunyai pilihan lain.

Gambar Makam Ratu Malang Halaman Depan
Gambar Makam Ratu Malang Halaman Depan sumber wikimedia.org

Berdasarkan teks dalam Babad Tanah Jawa, disebutkan bahwa Hamangkruat I scar paksa merebut Mas Malang dari tangan suaminya iyu. Namun menurut catatan pemerintah Belanda, Daghregister 1677, yang didapat dari penuuturan salah seorang pengawal istana, dalang Panjang Mas tidak meninggal karena dibunuuh, melainkan secar wajar. Setelah menjadi janda, Mas Malang dipersunting oleh raja. De Graaf meragukan pernyataan yang kedua ini. Menurutnya, Hamangkurat I telah  melakukan dosa yang terlalu banyak, sehingga cara pertama bukanlah sesuatu  yang mengherankan. Lebih lanjut, dikarenakan perbuatan jahatnya memang sudah terlalu banyak, tidak ada gunanya lebih mementingkan cerita tutur yang belakang daripaada berita pejabat istana yang lebih dahulu dan selayaknya lebih dapat dopercaya. 
Mas Malang akhirnya mengetahui bahwa suaminya dibunuh oleh prajurit  istana.

Perempuan tersebut selalu mengigau san sedih setiap mengingatnya.Taka lama kemudian, dia meninggal karena mutaber, tetapi ada pula yang menyebutkan bahwa dia diracun oleh orang-orang istana yang tidak menyukainya. Hamangkurat I pun mencurigai bahwa selir kinasih itu diguna-guna oleh orang-orang karena sebelum meninggal mengeluarkan banyak cairan dari dalam tubuhnya, seperti gejala keracunan. Dia juga menganggap bahwa gangguan Mas Malang yang mengatakan "dalem, dalem, dalem..." adalah para kerabat dana selir yang iri dengannya. Sementara Hamangkurat I memerintahkan membangun makam bagi perempuan yang di cintainya itu di Gunung Sentono, dia juga memerintahkan supaya para abdi dalem dan selir yang dicurigainya dibunuh tanpa ampun.

Mereka dibunuh secara perlahan dengan cara diikat dan dikurung dalam satu rumah, serta tidaka diberi makan dan minum selam berhari-hari hingga mati karena lemas. Semua korban itu lantas dimakamkan di Gunung Sentono. MenuruttDe Graaf memperjelas bahwa tindakan itu dapat dimengerti karena Hamangkurata I curiga ketika selirnya itu meninggal dengan memerlihatkan gejala-gejala aneh. Dia lantas risau terhadap hal-hal remeh. Andaikan racun yang memang menjadi penyebabnya, pelakunya tentu harus dicari  di kalangan terdekat korban, yaitu para seliri yang pernah berkomplot dengan putra mahkota pembangkang (Pangeran Dipati) untuk melawannya.

Gambar nisan Ratu Mas Malang dan Ki Dalang Panjang Mas
Gambar nisan Ratu Mas Malang dan Ki Dalang Panjang Mas sumber aroengbinang.com 

Lebih lanjut, de Graaf menambahkan bahwa di kalangan kerabat istana juga timbul kecurigaan bahwa sanga raja akan mengalihkan status para mahkota kepada Natabrata, sekalipun dia bukan darah Mataram.Kecurigaan tersebut semakin menguat ketika terjadi dua kali percobaan pembunuhan trhadap putra mahkota dengan racun yang dilakukan oleh sang raja sendiri. Percobaan pembunuhan itu menimbulkan intrik politik  yang luar biasa, sehingga raja pun menjasi tega untuk melenyapkan putranya sendiri demi kepentingan selir kesayangaan dan anak tirinya. Tindakan Hamangkurat I itu sungguh sulit dipercaya oleh akal sehat.

Sangat masuk akal bahwa peristiwa percobaan pembunuhan itu dicatac oleh pemerintah Belanda di Batavia dalam laporan umum tanggal 21 Desember 1663, yaitu berbunyi  bahhwa kejahatan yang mengerikan itu "akan melampaui segala kekejaman yang telah dilakukan terdahulu".Berdasarkan trasdisi lisan yang berkembang di wilayah Pleret bahwa Hamangkurat I memang belum memnerima kematian Mas Malang Dia kemudian membawa jasad selirnya itu tanpa bersedia kembali ke istana. Menteri Belanda juga sampai membuat sebuah tulisan dalam Oud ew Nieuw Oost-Inden, yang menggambarkan keadaan Hamangkurat I pasca ditinggal Mas Malang, sebagai berikut:

"Ketika perempuan itu meninggal, sunan menjadi sedemikian sedihnya, sehingga dia mengabaikan masalah kerajaan. Setelah pemakamannya, diam-diam dia kembali ke makam tanpa diketahui seorang pun. Begitu kasihnya kepada perempuan itu, sehingga dia tidak dapat menahan diri dari turut membaringkan dirinya di dalam kuburan." 

Gambar Sendang Moyo di Gunung Sentono sumber jogjamblusuk.com 

Setelah beberapa hari berada di makam, Hamangkurat I tidur di bawah jasad Mas Malang di tempat tersebut dan kembali ke istana. Konon, mata air di sendang Moyo muncul bersama ketika jasad Mas Malang hendak dikebumikan di tempat ini. Masyarakat setempat mempercayai bahwa air di sendang tersebut memiliki khasiat yang mujarab.Kematian Mas Malang menjadi pukulan berat bagi Hamangkurat I. Dalam laporan pejabat Belanda, dia sampai tidak bisa menjalankan pemerintahannya dengan baik hingga 4-5 tahun setelahnya, bahkan saat pejabat tinggi Belanda berkunjung ke Mataram, dia tidak hadir menyambut utusan itu. Sambil menjelaskan keadannya, para menteri kerajaan sementara menggantikan tugas-tugasnya.

Makam Mas Malang sendiri dibangun selama tiga tahun, yaitu seajak Mas Malang meninggal tahun 1665 hingga selesai pada 11 Juni 1668. Bangunan makam tersebut berasal dari balok-balok batu putih untuk dindingnya dan batu andesit nisannya. Hamangurat I menamakan tempat tersebut dengan Antakapura yang berarti "istana kematian" atau istana tempat menguburkan jenazah.

Demikian ulasan mengenai Situs Cagar Budaya Makan Ratu Malang yang berada di Dusun Gunung Kelir Pleret. Semoga artikel ini dapat membantu wawasan dan pelajaran serta mengerti sejarah yang  ada di sekitar Pleret dan masih banyak lagi situs-situs atau penninggalan-peninggalan di daerah Jogja dan sekitarnya, semoga bermanfaat.  

Posting Komentar untuk "Antakapura Makam Ratu Mas Malang"