Film Di Balik Jejak Khilafah Nusantara
Setelah Khilafah Turki Utsmani berakhir pada 3 Maret 1924, beberapa kalangan menilai peran islam dalam pentas global selam lebih dari 13 abad juga berakhir.dan keberadaan umat Islam mulai saat itu telah terpuruk, baik dalam bidang politik,ekonomi,militer,budaya, sains-teknologi maupun yang lainnya.
Para ahli sejarah mengakui, Kekhilafahan Islam itu memang ada dan menjadi kekuatan politik real umat Islam. Setelah masa Khulafaur Rassidin, di bagian Barat Asia muncul kekuatan politik yang mempersekutukan umat Islam dari Sepanyol sampai Sind di bawah Kekhilafahan Bani Umayah (660-749 M.),serta Kekhilafahan Utsmaniyah sampai 1924.
Adanya kekuatan politik di Asia Barat yang berhadapan dengan Cina telah mendorong tumbuh dan berkembangnya perdagangan di Laut Cina Selatan, Selat Malaka, dan Samudra Hindia. Hal ini dengan sendkirinya memberi dampak bagi penyebaran Islam dan tumbuhnya kekuatan ekonomi, karena banyaknya pendakwah Islalm yang sekaligus berprofesi sebagai pedagang.
Tulisan ini akan mengkaji pengaruh keberadaan Khilafah Islam yang berpusat di Timur Tengah, khususnya pada masa Utsmaniyah, terhadap kehidupan umat Islam di Nusantara. Kajian didasarkan pada suatu kerangka analisis bahwa dengan adanya Khilafah, umat islam berada di bawah satu kepemimpinan. Khilafah merupakan pelindung kaum Muslim. para penguasa kaum Muslim di berbagai belahan dunia dengan sendirinya akan mengikuti dan tunduk pada Khilafah. Gangguan terhadap umat Islam di suatu negeri di anggap sebagai gangguan terhadap seluruh kaum Muslim, Khilafah akan berperan aktif mengagamakannya.
Sejak Kapan Nusantara memiliki hubungan dengan Khilafah Islam?
Catatan sejaran hubungan Khilafah dengan Nusantara setidaknya diawali sejak Kerajaan Sariwajaya. Kerajaan Budha yang beribu kota di Palembang tersebut pernah dua kali mengirimkan surat kepada Khilafah Islam. Pertama pada masa Khilafah Muawiyah I (Berkuasa 661-680 Masehi).
Bagian pembukaan dari surat pertama di kutip oleh al-Jahiz dalam bukunya Kitab al Hayawan (Buku Fauna ) berdasarkan 3 rantai sanad. Kutipan surat itu berbunyi :” (Dari Maha Raja) --- yang isinya berisi ribuan gajah, istananya berkilau emas dan perak, dilayani oleh ribuan puteri raja, yang menguasai dua sungai yang mengairi gaharu --- untuk Muawiyah.”
Dan untuk surat yang kedua dikirimkan Khalifah Umar bin Abdul-Azizz (berkuasa 717-720 M). Surat kedua didokumentasikan oleh Abdul Rabbiah (860-940 M) dalam karyanya Al-Iqdul Farid. potongan surat tersebut berbunyi : “Dari Rajadiraja ...; yang adalah keturunan seribu raja ... kepada Raja Arab yang tidak menyekutukan tuhan-tuhan yang lain dengan Tuhan. Saya telah mengirimkan kepada Anda hadiah, yang sebenarnya merupakan hadiah yang tak beitu banyak, tetapi sekedar tanda persahabatan; dan saya ingin Anda mengirimkan kepada saya seseorang yang dapat mengajarkan Islam kepada saya, dan menjelaskan kepada saya hukum-hukumnya.’’
SQ Fatimi memperkirakan surat-surat itu diterima Khalifah sekitar tahun 100H/717. Dua surat itu bisa dikatakan sebagai titik awa; Islam masuk Ke Nusantara meskipun juga Raja Sriwijaya beserta jajaran pemerintahannya. sudah berinteraksi dengan para pedagang Islam yang datang ke Nusantara.
Perlahan tapi pasti, seiring semakin masifnya dakwah diterima, maka kererajaan-kerajaan yang bercorak HIndu dan Budha berganti menjadi kesultanan Islam.
Bagaimana hubungan kesultanan-kesultanan tersebut dengan Khilafah?
Para pengusa Muslim di Nusantara mendapatkan gelar sultan dari Syarif Mekah, dalam bahasa sekarang Gubernur Mekah. Syarif Mekah mendapatkan mandat dari yang berkedudukan di Istambul untuk melakukan itu. Catatan sejarah, seperti yang dikutip Azyumardi Azra, memgungkapkan Penguasa Banten Abdul Qadir (berkuasa 1625-1651), pada 1638 menerima anugerah gelar sultan dari Syarif Mekah. Pangeran Rangsang, penguasa Mataram, pada 1641 juga mendapatkan gelar sultan dari Syarif Mekah selanjutnya lebih terkenal sebagai Sultan Agung. Begitu pula Kesultanan Aceh, lalu Kesultanan Palembang dan Makassar, yang juga menjalin hubungan khusus dengan penguasa Mekah.
Gambar teks pidato sri sultan H.B X sumber dofinaldi
Bagaimana Peran Khilafah dalam melawan penjajah di Nusantara
Hubungan Khilafah dalam melawan penjajah di Nusantara. Catatan sejara yang relatif lebih lenglkap adalah perlawanan di Aceh. Pada Abad 16, dokumenter resmi Divan-i Humayun merekam kedatangan utusan Aceh ke Istanbul dan permintaan bantuan militer dari Turki, juga persiapan kunjungan angkatan Laut Turki ke Sumatera untuk mendukung Aceh pada 1567.
Pada abad Tahun 1849 Sultan Mansur Syah mengirimkan utusan ke Sultan Abdulhamid dengan membawa surat yang menegaskan kembali status Aceh sebagai negeri di bawah kedaulatan Utsmani, dan meminta bantuan menghadapi Belanda. Satu tahun kemudian mengirim surat kembali. Yang dihasilkan hanya peninjauan wilayah Aceh. Sultan Utsmani tidak bisa mengambil keputusan kecuali melalui Dewan Istana.
Pada 1873, Aceh kembali mengirim delegasinya ke Istanbul untuk mendapatkan dukungan dan menyatakan kesetiaan. Namun sayang, di waktu bersamaan banyak daerah Khilafah Utsmani yang juga dijajah oleh negara-negara Kristen Barat. Sehingga pada 13 Juni 1873, Khalifah hanya dapat memberikan bantuan secara keagamaan bukan politik. Catatan sejarah yang di temukan, pada abad 19-20, Aceh terlibat perang dengan Belanda dalam Perang Salib. Banyak Khatib yang menyerukan jihad dalam khutbahnya. Juga mengagungkan Turki Utsmani dan mengharapkan bantun dagang.
Banyak bukti menunjukkan adanya hubungan yang dekat antara Aceh dan Khilafah Utsmani, Aceh seakan-akan dianggap sebagai bagian dari wilayah Turki Utsmani. persoalan yang menimpa umat Islam di Aceh seajan-akan dianggap sebagai persalan umat Islam secara keseluruhan. Khilafah Utsmani melindungi wilayah Aceh serta membuat Aceh melakukan futuhat dan dakwah. Wallah a’lam bi ash-shawab.
Posting Komentar untuk "Film Di Balik Jejak Khilafah Nusantara"